Aku juga langsung mandi, jika udaranya panas seperti ini terenak mandi. Jebur-jebur..! Usai mandi aku juga ke dapur, jika dapat sich langsung ingin makan. Waktu di dapur, yang kutemui bukanlah nenekku, tetapi seorang gadis, menggunakan daster hijau sedang berjongkok dekat sumur. Membersihkan piring kali yah..? Kelihatan disini tubuhnya gendut, tetapi bokongnya.. waahh.. Asoy geboy… gedebuk santai.. weleh-weleh..
Cersex Bersambung – Aku juga terpana sebentar, namun… “Melihatin opo toh, Lik..?” bertanya nenek mengagetkanku dan membubarkan fantasi raih.. “Eh.., Embah. Itu siapa toh, Mbah..?” tanyaku. “Itu Dewi, anaknya Om Sabar, adiknya Bude-mu As, saat ini ia turut Bude-mu.” “Jadi ya masih ponakanku..?” “Iya toh..?” jawab nenek. Dewi juga kembali melihatku, manis . Apalagi dihubung sama senyum yang manis tersebut. Sepetinya sich ia pemalu. Lantas saya diperkenalkan dengannya. Saat saya makan, kelihatannya ia seringkali melihatku dari seberang sana sekalian mengguntingi sayur. Saat saya membalas ia segera mengalihkan pandangannya.
Manis ponakanku yang ini, meskipun gendut dan terlampau besar untuk anak kelas dua SMP. Lantas sebuah narasi terjadi, semua berawal saat esok harinya saya ke rumah Bude As. Saya ingin pipis, duh.. kepingin sekali. Saya segera berlari ke kamar mandi. Kamar mandi memang cukup aneh, karena tidak berpintu tetapi seperti masuk ke ruang yang diusapt- penyekat, cuma WC yang terdapat pintunya. Karena telah kepingin sekali saya segera masuk ke ruang yang ruangan antaranya cukup gelap.
Rupanya Dewi berada di samping dalam dekat bak dan membelakangiku. Jarak kami sekitaran dua sampai tiga mtr.. Dengan bengong saya melihati di atas ke bawah badannya yang polos tanpa satu helai kain juga alias telanjang bundar. Menyaksikan bokongnya yang membujur besar padat membuat ‘anu’-ku menegang. Bahenol sekali bokongnya. Belum juga saat ia ke samping dan buah dadanya yang ranum kelihatan.
Saya cuma bisa menelan ludah menyaksikannya jebar-jebur sekalian memegang adik kembarnya . Maka ingin megang . Tetapi karena tidak tahan, saya segera masuk ke WC dan melepaskan bebanku.. aaahhh legaaa.. Entahlah apa yang telah ada di pikiranku, walau sebenarnya jika ingin ngintip terus saya bisa jadi, tetapi saya menanti dalam WC sampai Dewi usai mandi baru saya keluar. Gendut-gendut seksi tuch cewek. Kalau bukan ponakan kali telah kutembak. Usai makan siang, Bude As memerintah Dewi ajakku jalanan ke kebun tebu.
Meskipun panas tetapi rasa masih tetap fresh dapat jalan berdua bersama Dewi. “Kamu baru satu tahun ini di sini ya, Dew..?” “Iya, Mas. Bapak sama Ibu di Jakarta, menjadi saya turut Bude.” “Di sini sama Jakarta sedap mana..?” “Ya sedap di Jakarta, kalau mo jalanan banyak maksudnya.” “Kamu telah mempunyai kekasih belum..? Kelak kekasihmu geram kembali simak kamu jalan dengan aku..” pancingku. “Engga toh, Mas. Saya belom punyai kekasih. Lagian siapakah yang ingin..?” “Masak elok seperti kamu tidak ada yang ingin..?” Dewi cuma tersenyum saja. Telusuri pematang, kami berdua kelihatannya berbahagia sekali, seringkali kami ketawa dan bergandengan tangan. Dua jam kami jalan, sampai juga kami dalam suatu stasiun tua tempat pengiriman tebu, tetapi kelihatannya telah lama tidak dipakai kembali.
Dewi ajakku masuk melihat-lihat ke. “Horor ya, Mas..?” “Ah, siang-siang kok horor. Memang kamu takut, Dew..?” “Engga, asal ada Mas Lolik..” jawabannya sekalian menggamit tanganku. Lantas ia menarikku lebih masuk ke, tiba kami di satu pojok ruang. “Mas.., Mas Lolik telah mempunyai kekasih belum..?” “Wah, tidak sempat Dew..,” jawabku yang sebetulnya bohong.
“Dewi bisa tidak menjadi kekasih Mas Lolik..?” “Tetapi Dew..,” tidak sebelumnya sempat menyelesaikannya Dewi telah mengguntingnya dengan tutup mulutku dan menyimpan tanganku di dadanya. Besar, empuk tetapi padat. Awalannya saya tidak mau sampai.. oh.., tetapi birahiku juga naik-turun, ‘anu’-ku menegang saat Dewi mulai meremas- remaskan tanganku di payudaranya. “Dewi tidak elok toh, Mas..?” tanyanya sekalian menggairahkan manja. “Bukan.. bukan itu Dew..,” tetapi Dewi terus meremas-remaskan tanganku, betul-betul empuk, padat dan kesannya sangat nikmat. Tidak dapat meredam, saya mulai mencium bibirnya sekalian meremas-remas sendiri payudara Dewi. Kunikmati kecupannya yang hot sekalian tutup mataku.
Dewi lantas tarik tangan kiriku dan memasukkan ke bawah roknya. Pertama saya berpikiran akan sentuh lembutnya celana dalam Dewi. Rupanya kasar dan itu ialah rambut..! Dewi telah turunkan celana dalamnya saat kami berciuman. Sebelumnya sempat terkejut saya dibikinnya, tetapi tanpa basa-basi saya segera mainkan jariku di sepanjang kemaluannya dan menelusuri hampir setiap lembar rambutnya yang lebat. Kemaluannya juga semakin membasah, mengucur cairan kental dari dalam vaginanya. Jemari makin kuat bermain di tengah-tengah beceknya kemaluan Dewi.
Tangan Dewi tidak ingin kalah dan masuk ke celanaku sekalian mainkan batangku yang telah jadi membesar. Ia turunkan resleting celanaku dan keluarkan batangku tersebut. Ia berjongkok di depanku dan memulai menjilat-jilati batangku. Dewi mengulum-ngulumnya dan memutar- mutarnya dalam mulut dengan permainan lidah yang menarik. Luar biasa sekali
Wewangian kemaluannya yang menggairahkan membuatku kesetanan menjilat-jilati ‘garis’ dari depan sampai belakang tersebut. Kugigit-gigit klitoris Dewi, lantas kujilat kelentitnya yang seperti jengger keluar. Dewi cuma mengeluh dan mendesah meredam merasa sakit yang jelas nikmat tersebut. Naik saya menjilat-jilati perutnya yang gendut berisi tersebut.
Tetapi gairahku tidak mempedulikan bentuk badannya itu, buatku ia masih tetap gehoy.. geboy.., S E X Y.. Kujelajahi setiap lekuk dan pegunungan di badannya, lantas ke bokongnya yang lebih besar bahenol dan lubang di tengah-tengah garis belakangnya tidak lepas dari sasaranku. Lebih naik saya mulai menyantap ke-2 payudaranya yang kelihatannya 36B apa C itu, kukulum-kulum putting- putingnya dalam mulutku dan mainkan lidahku di atas ke-2 adik kembarnya tersebut. Tidak diam tanganku terus mengorek-ngorek kemaluannya supaya terus basah dan menarik klitorisnya, lantas coba masukkan jariku ke vagina Dewi.
“Kamu sukai, Dew..?” “Ah.., Mas.. masukkan dong.. aah.., masukkan saja.. Dewi tidak tahan nih..!” jawabannya sekalian tidak berhenti-hentinya mendesah. “Apa yang dimasukin, Dew..? Jarinya..?” tanyaku kembali. “Jangan.. ah.. aduh sedap sekali sich.. tersebut.. tersebut.. saja.. aduh.. ini lho…” jawabannya sekalian mendesah terus dan menggenggam batangku, “Anunya Mas Lolik, memek Dewi sudah tidak tahan ingin dicolok-colok aah.. aduh.. mari donk, Mas..!” Saya segera merebahkan Dewi di lantai beralas koran dan menjilat-jilati memeknya dahulu satu kali lagi.
“Sudah donk, Mas. Masukkan saja..!” serunya sekalian meremas-remas sendiri payudaranya. Tanpa basa-basi saya segera masukkan batangku ke vaginanya. “Aaaghh.., yes..!” Dewi mengeluh, entahlah kesakitan atau karena sangat nikmatnya. “Sakit, Dew..?” “Engga kok, Mas. Sedap.. sedap sekali. Benar kok. Terusin donk, Mas.. terusin..!” jawab Dewi sekalian menggenggam bahuku. Saya mulai gerakkan batangku masuk keluar goa di tengah-tengah rimba lebatnya Dewi. Aaahhh.. betul-betul sedap sekali. Aku pikir akan susah tembus kedalaman vagina Dewi, mungkin karena basah sekali kali yah menjadi mudah.
Karena sangat basahnya vagina Dewi yang disanggupi ‘Juice Cinta’, saya secara cepat dapat ‘mengasah’ batangku dalam kemaluannya. Kaki yang mengangkang dibawa ke atas betul-betul membuatku terangsang. “Terus, Mas.. terus.. yes..! Yang dalam.. iya gitu… terus.. aahhh.., iya.. ya..” katanya sekalian buka selangkangannya lebih lebar dan menggelepar keasikan. Menyaksikan kelakuannya yang demikian, membuatku makin semangat bermain dengannya. “Sedap, Mas..?” “Sedap sekali, Dew.. aahh. Kamu sukai khan..?” Dewi cuma menggangguk kenikmatan. Capek dengan 1 posisi, kami menukar posisi. Dewi berdiri sekalian menungging menggenggam meja tua. Saya segera ‘menusuk’-nya dari belakang.
“Pegang susuku donk, Mas..!” pinta Dewi memelas. Dengan tidak berpikir panjang saya melayaninya, tangan kiriku menggenggam satu susu Dewi, memilin-milin putingnya, dan yang kanan mainkan kelentit tempat pipisnya keluar.
Dewi terus mendesah keasikan, “Yang dalam.. terus.. aduh… sedap sekali sich..! Jangan stop ya, Yank..?” “Saya tidak kuat kembali, Dew. Keluarin yah..? Kamu seksi sekali sich..” “Cium saya donk, Yank. Terus keluarinnya di dalam saja.”Aku juga mencium dan menggigit lidah dan bibirnya yang manis.
“Benar bisa di dalam nih..?” “Iyah, hanya jangan lepasin tangan yang di memek, yah..? Setelah sedap sekali..!” “Kecek.. kecek…” kedengar kocokan pada vagina yang basah. “Mas.. kentotin terus memek Dewi, Mas..! Iya..! Begitu..! Aduh..! Aahh..! Dewi Orgasme Mas..!” “Aduh.. aahhh.. kamu seksi sekali sich Dew..!” “Creeett… creett.. creett… creeettt..!” air maniku juga banjiri Dewi yang kelihatannya ingin mengelepar nikmati orgasmenya. “Jangan ditarik dahulu, terus jangan lepas tanganmu, yah..?” pintanya kembali sekalian menggenggam tanganku yang mainkan klitorisnya, “Setelah sedap sekali, mainkan terus donk..!” Saya tidak stop memainkan sampai Dewi senang.
Lantas kucabut batangku yang mulai berkurang kembali. Sesudah melepaskan capek, kami berdua pulang ke rumah nenek. Sepanjang berlibur kami terus lakukan jalinan seks hampir tiap hari di stasiun tua itu sampai saya pulang ke Bandung. Jika tidak sebelumnya sempat pergi, kami melakukan di dalam kamar mandi. Sesudah saya pulang, saya baru mengetahui jika rupanya Dewi itu anak nakal. Karena itu ia diungsikan dari Jakarta ke Jawa tengah. 2x tidak naik kelas.
Pantesan tubuhnya terlampau besar untuk anak kelas dua SMP. Dahulu ia sukai absen, jalanan sama kekasihnya yang supir dan punyai anak istri. Dasarnya dahulu ia populer nakal. Pantesan ia jago sekali dalam soal bermain seks. Jangan-jangan saya bukan pria pertama kali yang ‘bermain’ dengannya di stasiun tua tersebut. Tapi itu tidak mengusik pikiranku.
Kembali juga semenjak berpindah ke Jawa tengah, karakternya perlahan-lahan berbeda baik. Jalinan kami berdua juga jadi berlanjut. Dewi pada akhirnya jadi kekasih gelapku. Tiap ia pulang ke Jakarta, saya tentu ke tempat tinggalnya dan melepas kangen secara terus bermain seks.
Comments are closed.